JAMBI28TV, JAKARTA – Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) secara resmi mengalihkan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto serta derivatif keuangan, kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Pengalihan ini ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Nota Kesepahaman (NK) yang berlangsung di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, pada 10 Januari 2025.
Penandatanganan BAST dilakukan oleh Plt. Kepala Bappebti Kemendag, Tommy Andana; Asisten Gubernur Bank Indonesia, Donny Hutabarat; Deputi Komisioner Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Moch. Ihsanuddin; serta Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, I.B. Aditya Jayaantara. Sementara itu, penandatanganan NK melibatkan Plt. Kepala Bappebti Kemendag, Tommy Andana; Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti; Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, Hasan Fawzi; serta Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, Inarno Djajadi.
Tujuan dan Manfaat Pengalihan
Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan bahwa pengalihan tugas ini bertujuan memberikan kepastian hukum bagi sektor keuangan digital dan derivatif keuangan. Langkah ini diharapkan dapat berlangsung secara transparan dan memberikan rasa aman bagi pelaku pasar serta pelaku ekonomi.
“Kami yakin langkah ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi sektor keuangan dan pasar fisik aset kripto di Indonesia,” ujar Mendag Budi Santoso.
Pengaturan dan pengawasan yang dialihkan ke OJK meliputi Aset Keuangan Digital (AKD), termasuk aset kripto serta derivatif keuangan di pasar modal. Sementara itu, pengawasan yang dialihkan ke Bank Indonesia meliputi derivatif keuangan dengan underlying instrumen di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA).
Dasar Hukum dan Waktu Implementasi
Pengalihan tugas ini mengacu pada Pasal 8 angka 4 dan Pasal 312 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2024 juga mengatur peralihan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital dan derivatif keuangan. Proses peralihan ini dijadwalkan selesai paling lama 24 bulan sejak pengundangan UU P2SK pada 10 Januari 2025.
Koordinasi Antar Lembaga
Bappebti, OJK, dan BI telah melakukan koordinasi intensif terkait pengaturan, penyiapan infrastruktur pengawasan, diskusi pengembangan pengawasan, serta peningkatan literasi kepada masyarakat. Koordinasi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk kementerian/lembaga, industri, dan penyelenggara lainnya.
OJK juga telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (POJK AKD AK) serta Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 20/SEOJK.07/2024. Regulasi ini menjadi landasan dalam pengaturan perdagangan aset keuangan digital.
Dampak pada Stabilitas Keuangan
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan bahwa pengalihan ini bertujuan menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pendalaman pasar keuangan terintegrasi. Langkah ini juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap prinsip-prinsip perlindungan konsumen, yang diharapkan memberikan dampak positif bagi industri keuangan.
“Industri derivatif keuangan dengan underlying efek dan Aset Keuangan Digital yang diawasi Bappebti sudah berjalan dengan baik. Kami berkomitmen memastikan transisi ini berlangsung tanpa gejolak di pasar,” ujar Mahendra.
Sistem Perizinan Digital
OJK telah menyiapkan Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT) untuk mendukung proses perizinan AKD AK dan derivatif keuangan secara digital. Dalam proses ini, OJK dan Bappebti berkomitmen mendukung pengembangan ekosistem derivatif keuangan.
Komitmen Bank Indonesia
Bank Indonesia juga menyambut baik peralihan pengawasan derivatif PUVA. Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menyatakan bahwa peralihan ini memberikan peluang bagi BI untuk memperluas instrumen keuangan guna mendukung stabilitas moneter dan pendalaman pasar.
“Meski tugas ini baru, kami optimis dapat memanfaatkan potensi pasar derivatif PUVA sebagai instrumen hedging, yang turut mendukung stabilitas di tengah ketidakpastian global,” ungkap Destry.
Perkembangan Transaksi dan Infrastruktur
Pada periode Januari–November 2024, nilai transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) berdasarkan Notional Value mencapai Rp30.503 triliun, meningkat 30,20 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023. Transaksi aset kripto juga melonjak, mencatat nilai sebesar Rp556,53 triliun, naik 356,16 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, jumlah pelanggan aset kripto mencapai 22,11 juta pelanggan.
Untuk mendukung kelancaran transisi, BI dan Bappebti telah membentuk Kelompok Kerja (Working Group) guna memastikan kelangsungan pasar derivatif PUVA. BI juga merencanakan pengembangan produk inovatif dan infrastruktur yang andal, efisien, serta aman.
Menuju Pasar Keuangan yang Kredibel dan Stabil
Pengembangan pasar derivatif PUVA akan diarahkan sesuai Blueprint Pendalaman Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (BPPU) 2030. Dengan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan pasar keuangan Indonesia semakin dalam, kredibel, dan mampu mendukung visi Indonesia Emas 2045. (Agus)