JAMBI28.TV, BATANGHARI – Kelulusan Liyana Arina Rambe, putri dari Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi, P. Rambe, dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahun Anggaran 2024 Periode II, kini tengah menjadi sorotan publik. Muncul dugaan kuat adanya praktik penipuan dan pemalsuan dokumen administrasi dalam proses kelulusannya.
Sejumlah pihak menduga bahwa syarat administrasi seperti riwayat absensi, slip gaji dua tahun terakhir, dan rekening koran selama Liyana bekerja sebagai tenaga honorer di RSUD Hamba Muara Bulian, tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Persyaratan ini merupakan bagian penting dari verifikasi administratif dalam seleksi PPPK.
Aktivis Hukum: Ada Dugaan Pemalsuan dan Penyalahgunaan Wewenang
Aktivis hukum Jambi, Abdurrahman Sayuti, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap proses seleksi tersebut. Ia menilai bahwa jika Liyana benar tidak memenuhi syarat administratif, maka ada indikasi tindak pidana penipuan dan pemalsuan.
“Kelulusan Liyana dalam pengadaan PPPK Periode II perlu dipertanyakan. Apalagi, muncul isu bahwa dia sempat berhenti bekerja sebagai dokter honor di rumah sakit. Maka, syarat administratifnya wajib diperiksa secara menyeluruh,” ujar Abdurrahman, Jumat (19/7).
Ia menambahkan, praktik seperti ini bukan hal baru dalam proses rekrutmen ASN. Ada kasus honorer yang belum bekerja selama dua tahun tetapi tetap mendapatkan rekomendasi dari atasan, sementara banyak tenaga honorer lama yang justru tak mendapatkan kesempatan.
“Jika benar seperti itu, ini sangat berbahaya dan menciderai prinsip keadilan bagi para honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun,” tegasnya.
Diduga Ada Unsur Nepotisme
Menurut Abdurrahman, posisi P. Rambe sebagai Pj Sekda sekaligus Ketua Panitia Seleksi Instansi dalam pengadaan PPPK di lingkungan Pemkab Batang Hari juga patut dicermati. Ia menilai, terdapat potensi konflik kepentingan yang bisa berujung pada praktik nepotisme.
“Isu yang beredar menyebutkan bahwa Liyana belum dua tahun menjadi honorer, tetapi tetap mendapatkan rekomendasi. Sementara, ada dokter lain yang bekerja di tempat sama tidak mendapat rekomendasi. Ini janggal dan patut diusut,” ujarnya.
Masyarakat Kirim Surat ke Presiden dan DPR
Melansir Jurnalishukum.com disebutkan bahwa sejumlah warga Kabupaten Batang Hari telah mengirim surat resmi kepada Presiden RI, Ketua Komisi II DPR RI, hingga Aparat Penegak Hukum (APH) di tingkat pusat. Mereka meminta agar proses seleksi PPPK di Kabupaten Batang Hari diaudit secara menyeluruh.
Ahmad, salah seorang warga Batang Hari, menyesalkan kurangnya transparansi dari pemerintah daerah dalam proses rekrutmen ini. Ia menyebut pengadaan PPPK tahun ini sarat dengan indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Banyak pihak mempertanyakan syarat administrasi para peserta, termasuk anak Pj Sekda. Jika tidak segera ditindaklanjuti, hal ini bisa mencoreng kredibilitas pemerintah daerah,” ucap Ahmad.
Praktik Tanpa Izin?
Dari informasi yang beredar mengungkap bahwa Liyana Arina Rambe pernah bekerja di unit Hemodialisis (HD) di RSUD Hamba Muara Bulian selama sekitar dua bulan. Padahal, praktik medis di unit tersebut seharusnya dilakukan oleh dokter spesialis ginjal dan hipertensi yang telah bersertifikat, sebagaimana diatur dalam Permenkes Nomor 812 Tahun 2010.
“Diduga saat itu beliau belum mengantongi Surat Izin Praktek (SIP) maupun izin kerja. Namun tetap diberi tanggung jawab dan dibayar gaji serta remunerasi oleh rumah sakit,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.
Nama Muncul-Hilang di Pengumuman Kelulusan
Dalam proses pengumuman seleksi PPPK Periode II, nama Liyana disebut sempat hilang-timbul dalam daftar kelulusan. Hal ini menambah panjang daftar kejanggalan yang dipertanyakan masyarakat. Beberapa pihak menduga bahwa peran ayahnya sebagai Ketua Panitia Seleksi dapat memengaruhi hasil seleksi tersebut.
Selain itu, perbandingan juga muncul ketika seorang dokter lain yang bekerja sebagai honorer bersama Liyana di rumah sakit tidak mendapatkan rekomendasi atasan untuk mengikuti seleksi, meski memiliki masa kerja lebih lama.
“Kami mendesak pihak berwenang turun langsung memeriksa proses pengadaan PPPK Periode II ini. Jangan sampai ASN yang direkrut berasal dari proses curang dan tidak adil,” pungkas Abdurrahman Sayuti. (Ilham)