JAMBI28.TV, BANGKALAN – Kepala Desa Banyusangka, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan oleh salah satu warganya karena diduga menolak menerbitkan surat keterangan ahli waris dan surat kematian.
Gugatan tersebut diajukan oleh kuasa hukum M. Amin, S.H., mewakili warga bernama H. Ali, yang merasa dirugikan akibat kebijakan Kepala Desa Banyusangka yang tidak mau menandatangani surat keterangan yang dibutuhkan. Gugatan itu telah terdaftar dengan Nomor Perkara: 20/Pdt.G/2025/PN Bkl.
Menurut M. Amin, tindakan kepala desa tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (UUAP), di mana kepala desa atau lurah memiliki kewenangan sekaligus kewajiban untuk menerbitkan surat keterangan atau pengantar yang dibutuhkan masyarakat, termasuk surat kematian dan surat ahli waris.
“Pemerintah tidak boleh menolak mengeluarkan surat yang menjadi hak warga. Jika ada persoalan pribadi antara pejabat dan masyarakat, hal itu tidak boleh dibawa ke dalam ranah jabatan. Jabatan itu tidak memiliki kepentingan pribadi,” tegas M. Amin, S.H.
Ia menilai, tindakan penolakan tersebut merupakan bentuk arogansi kekuasaan yang berpotensi menimbulkan intimidasi dan diskriminasi terhadap masyarakat. Jika dibiarkan, hal serupa dikhawatirkan akan membuat warga kecil takut atau tidak berani memperjuangkan hak administratifnya.
“Bayangkan jika hal ini terjadi pada masyarakat awam. Mereka akan diam tanpa kejelasan karena takut atau tidak tahu harus ke mana mencari keadilan,” lanjutnya.
Kuasa hukum M. Amin menyebut, pihaknya kini telah melayangkan dua gugatan sekaligus, yakni ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan ke Pengadilan Negeri Bangkalan. Dalam perkara di PN Bangkalan, terdapat tiga pihak tergugat: Kepala Desa Banyusangka, Bupati Bangkalan, dan Camat Tanjung Bumi.
Sidang kedua telah digelar dengan dihadiri para pihak, dan sidang lanjutan dijadwalkan pada 11 November 2025 mendatang.
M. Amin berharap, melalui proses hukum ini, pemerintah daerah dapat memberi perhatian lebih terhadap perilaku pejabat publik di tingkat desa agar tidak semena-mena dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Kepala desa harus memahami bahwa pelayanan publik adalah kewajiban, bukan pilihan. Masyarakat berhak mendapatkan kemudahan dalam pengurusan administrasi, tanpa diskriminasi dan tanpa alasan yang tidak jelas,” pungkasnya. (Ilham)



                                









                                
			





























		    
                                

