JAMBI28.TV, KOTA JAMBI – Menanggapi sejumlah pemberitaan yang berkembang di masyarakat mengenai kasus meninggalnya janin dari pasien berinisial NP, RSIA Annisa memberikan penjelasan terbuka melalui konferensi pers yang digelar pada Sabtu, 4 Oktober 2025. Dalam kesempatan itu, pihak rumah sakit menegaskan bahwa seluruh prosedur medis telah dijalankan sesuai standar dan tidak ditemukan indikasi kelalaian medis.
Pasien NP, seorang ibu hamil dengan usia kehamilan 36–37 minggu, datang ke Instalasi Gawat Darurat RSIA Annisa pada malam hari, Senin, 29 September 2025. Keluhan utama yang disampaikan adalah gatal dan bentol pada kulit, yang muncul setelah mengonsumsi ikan laut. Berdasarkan informasi dari keluarga, pasien memiliki riwayat alergi terhadap makanan laut.
Pemeriksaan awal dilakukan oleh dr. Edwiq Restu Andillah, dokter umum yang bertugas saat itu. Hasil pemeriksaan menunjukkan kondisi vital pasien dalam batas normal, tanpa tanda-tanda kegawatdaruratan obstetri seperti perdarahan atau kontraksi. Detak jantung janin saat itu juga terpantau normal, yakni 146 kali per menit.
Untuk penanganan alergi, pasien diberikan injeksi diphenhydramine 30 mg, obat antihistamin kategori B yang secara umum dinyatakan aman bagi ibu hamil. Pasien kemudian diobservasi selama 40 menit dan diperbolehkan pulang dalam kondisi stabil dengan resep cetirizine oral.
Beberapa hari setelahnya, pada Rabu, 1 Oktober 2025, pasien melakukan pemeriksaan lanjutan dengan dokter spesialis kandungan, dr. Zul Andriahta, Sp.OG. Dalam kunjungan tersebut, pasien berkonsultasi mengenai reaksi alergi yang dialami sebelumnya. Namun saat dilakukan pemeriksaan USG, detak jantung janin sudah tidak ditemukan, yang mengindikasikan bahwa janin telah meninggal dalam kandungan.
Menurut dr. Zul, kematian janin tidak dapat langsung dikaitkan dengan penanganan sebelumnya, karena banyak faktor yang mungkin menjadi penyebab, termasuk kondisi plasenta, tali pusar, maupun faktor medis lain seperti diabetes mellitus yang juga dimiliki oleh pasien.
Selama proses persalinan, ditemukan tali pusar janin dalam kondisi terpilin dan berwarna kehitaman, yang diduga kuat sebagai penyebab kematian. Kondisi kulit janin yang mengelupas juga menunjukkan bahwa kematian diperkirakan sudah terjadi dua hingga tiga hari sebelumnya.
Direktur RSIA Annisa, dr. Ade Pintor, MARS, menyatakan bahwa tudingan kelalaian atau kesalahan prosedur dalam pemberian obat tidak berdasar. Pihak rumah sakit telah mengikuti standar penanganan medis dan menjelaskan kepada keluarga pasien dengan pendekatan keilmuan.
Ia juga membantah isu yang menyebutkan adanya hubungan rumah sakit dengan pejabat pemerintahan, dalam hal ini Wali Kota Jambi. Menurutnya, RSIA Annisa beroperasi secara profesional dan independen, tanpa intervensi pihak luar dalam manajemen dan pelayanan medis.
“Kami terbuka terhadap klarifikasi dan siap menghadapi proses hukum jika memang diperlukan, namun yang terpenting adalah menjaga kepercayaan masyarakat dan nama baik institusi,” ujarnya.