JAMBI28.TV, MUARA BULIAN – Proses hukum perkara perdata Nomor 18/PDT.G/2024/PN.Mbn yang kini memasuki tahap kasasi menuai sorotan. Mahmud Irsyad, penggugat yang juga Mangku Warga Sad Marga Lalan Kelompok Depati Orik, menuding Pengadilan Negeri (PN) Muara Bulian sengaja mengulur waktu dan mempersulit jalannya proses menuju kasasi.
Kasus ini berawal dari gugatan Mahmud terhadap PT Berkat Sawit Utama terkait lahan adat seluas 1.300 hektar yang diduga diserobot perusahaan tersebut. Dalam sidang di PN Muara Bulian selama enam bulan yang dipimpin Hakim Ketua Ruben Barcelona Harianja, Mahmud mengklaim banyak fakta persidangan dan fakta lapangan dihilangkan. Putusan akhirnya memenangkan pihak perusahaan.
Mahmud kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jambi. Namun, upaya tersebut kembali kandas. Ia menyoroti cepatnya proses di tingkat banding, di mana pertimbangan hukum dikeluarkan hanya dalam waktu tiga hari, jauh lebih singkat dari tenggat tiga bulan yang seharusnya. Mahmud menduga berkas banding tidak dipelajari secara mendalam.
Usai kalah di banding, Mahmud melanjutkan upaya hukum ke kasasi melalui sistem e-Court PN Muara Bulian. Ia menilai proses ini justru diperlambat.
“Proses kita menuju kasasi terkesan selalu dipersulit,” tegas Mahmud.
Menurutnya, memori kasasi diunggah pada 14 Juli 2025, dengan batas waktu kontra kasasi berakhir pada 28 Juli 2025. Namun, pemberitahuan inzage baru disampaikan pada Senin, 11 Agustus 2025, atau 14 hari setelah masa kontra kasasi habis.
Mahmud mengaku telah mencoba mengonfirmasi hal ini ke Panitera Hukum Perdata maupun petugas PTSP PN Muara Bulian, namun tidak mendapat respons.
“PTSP seolah sengaja menghambat dan memutus informasi, seperti berpihak pada perusahaan,” ujarnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Humas PN Muara Bulian, Cakra Budi Prasetiyo, membantah adanya pemutusan informasi. Ia menegaskan proses kasasi memiliki tahapan yang harus dilalui sesuai aturan
“Kita tidak memutus informasi maupun komunikasi, semua ada tahapannya,” jelas Cakra.
Menurutnya, permohonan informasi harus diajukan secara resmi melalui meja permohonan. Tidak semua informasi perkara dapat diberikan begitu saja, mengingat adanya aturan mengenai kerahasiaan proses persidangan. Pihak berperkara, kata Cakra, juga bisa memantau perkembangan melalui akun e-Court masing-masing.
“Kita tidak bisa merespons permintaan informasi via WhatsApp atau telepon. Semua resmi agar bisa dipertanggungjawabkan,” tambahnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik di Jambi, mengingat besarnya lahan adat yang dipersoalkan serta tudingan adanya perlakuan tidak profesional dalam proses peradilan. (Ilham)