JAMBI28.TV, BATANGHARI – Kedisiplinan santri di sejumlah pondok pesantren di Kabupaten Batanghari masih menjadi persoalan yang perlu perhatian serius. Berdasarkan pemantauan awak media pada Sabtu (10/5/2025), ditemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan santri, mulai dari tindakan ringan seperti kehilangan sandal hingga tindakan merusak fasilitas pondok seperti menjebol lemari dan pintu penyimpanan barang pribadi.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut menunjukkan masih lemahnya penerapan kedisiplinan di lingkungan pondok pesantren. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh untuk mengidentifikasi penyebab serta merumuskan metode dan strategi pembinaan yang tepat guna menciptakan iklim pendidikan yang kondusif.
Peraturan Pesantren Sebagai Pilar Kedisiplinan
Sebagai lembaga pendidikan berbasis keagamaan yang berbadan hukum, pesantren memiliki kewenangan penuh untuk menyusun peraturan internal yang mengikat seluruh elemen, mulai dari kyai, ustaz, pengurus, hingga para santri. Regulasi ini harus mencakup hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang serta bentuk sanksi yang mendidik terhadap pelanggaran.
Pentingnya peraturan ini berkaitan langsung dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dalam Pasal 1 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya.
Sementara itu, dalam UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, ditegaskan bahwa pesantren bertujuan membentuk individu yang unggul, beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta mandiri dan moderat.
Faktor Penyebab Pelanggaran Disiplin
Pelanggaran disiplin santri tidak bisa dilihat secara hitam-putih. Dari sisi internal, santri yang masih dalam usia sekolah dasar hingga menengah atas cenderung berada dalam fase perkembangan psikologis yang labil. Hal ini membuat mereka rentan terhadap pengaruh negatif dan perilaku impulsif. Egosentrisme, keinginan untuk bebas dari aturan, dan pencarian jati diri seringkali menjadi penyebab tindakan indisipliner.
Dari sisi eksternal, faktor lingkungan juga sangat berpengaruh. Persaingan antar teman, rasa cemburu sosial, serta kurangnya pengawasan dari para pengasuh menjadi pemicu munculnya perilaku menyimpang seperti merokok, merusak fasilitas, hingga tindak-tindak yang berpotensi mengarah pada pelanggaran berat.
Tindakan Preventif dan Kuratif: Bukan Sekadar Sanksi
Penting bagi pondok pesantren untuk tidak hanya fokus pada pemberian sanksi, tetapi juga menerapkan sistem pembinaan, bimbingan, dan konseling. Berdasarkan Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling, setiap peserta didik berhak mendapatkan pendampingan dalam menyelesaikan permasalahan pribadi, sosial, belajar, maupun karier.
Lebih lanjut, Pasal 9 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan dirinya secara optimal. Artinya, sanksi harus bersifat edukatif dan membangun, bukan malah menghukum secara mutlak yang justru dapat berdampak pada tumbuh kembang psikologis anak.
Pengasuhan 24 Jam dan Peran Sentral Pengasuh
Dalam sistem pesantren, santri diasuh selama 24 jam. Oleh karena itu, peran pengasuh sangat krusial dalam membentuk karakter dan kepribadian santri. Pendekatan yang humanis, komunikatif, dan konsisten menjadi kunci keberhasilan dalam mendidik santri agar disiplin dan taat pada aturan.
Daripada langsung mengeluarkan santri karena kesalahan, pengasuh sebaiknya memberikan ruang perbaikan melalui pendekatan yang mendalam secara psikologis dan keagamaan. Hal ini sejalan dengan Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Agama No. 31 Tahun 2020 yang menegaskan bahwa pendidikan pesantren bertujuan membentuk santri yang memiliki akhlak mulia, wawasan luas, serta keterampilan hidup.
Kedisiplinan di pondok pesantren merupakan pondasi dalam membentuk generasi muda yang unggul dan berakhlak. Pelanggaran yang dilakukan santri harus disikapi secara bijak dan terstruktur, dengan mengedepankan prinsip pendidikan, bukan hukuman.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga marwahnya sebagai tempat pembinaan moral dan akhlak. Pembenahan sistem pengasuhan, penegakan peraturan yang adil, serta penerapan pendekatan konseling dan edukasi menjadi solusi konkret untuk mengatasi problem indisipliner yang terjadi. (Ilham)