JAMBI28TV, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung penuh program Pemerintah terkait penyediaan rumah bagi masyarakat, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yang memberikan kesempatan bagi masyarakat luas untuk memiliki rumah melalui program 3 juta hunian. Dalam proses pemberian kredit/pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), OJK memberikan ruang bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk mengambil kebijakan pemberian kredit/pembiayaan berdasarkan penerapan manajemen risiko yang sesuai dengan risk appetite dan pertimbangan bisnis.
OJK juga telah mengirimkan surat kepada perbankan dan LJK lainnya untuk mendukung perluasan pembiayaan KPR bagi MBR.
Peran Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dalam Mendukung Penyaluran Kredit/Pembiayaan
Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) berisi informasi yang bersifat netral dan bukan merupakan informasi daftar hitam. SLIK digunakan untuk meminimalisir asymmetric information (moral hazard dan adverse selection), dalam rangka memperlancar proses kredit/pembiayaan dan penerapan manajemen risiko oleh LJK. SLIK yang kredibel sangat diperlukan untuk menjaga iklim investasi di Indonesia.
Penggunaan SLIK dalam proses pemberian kredit/pembiayaan perumahan merupakan salah satu informasi yang dapat digunakan dalam analisis kelayakan calon debitur dan bukan merupakan satu-satunya faktor dalam pemberian kredit/pembiayaan.
Tidak ada ketentuan OJK yang melarang pemberian kredit/pembiayaan kepada debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non-lancar, termasuk jika ada penggabungan fasilitas kredit/pembiayaan lain, khususnya untuk kredit/pembiayaan dengan nominal kecil. Hal ini terlihat dalam praktik yang telah dilaksanakan oleh LJK, di mana per November 2024, tercatat sebanyak 2,35 juta rekening kredit baru diberikan kepada debitur yang sebelumnya memiliki kredit non-lancar dari seluruh pelapor SLIK.
OJK juga menyediakan kanal pengaduan khusus melalui Kontak 157 untuk menampung pengaduan jika terdapat kendala dalam proses pengajuan KPR bagi MBR, termasuk laporan mengenai adanya Surat Keterangan Lunas (SKL) dari kredit/pembiayaan di LJK lain yang datanya belum diperbarui sesuai pelaporan SLIK dan kesulitan dalam melakukan pelunasan. Untuk menangani pengaduan ini lebih cepat dan efektif, OJK akan membentuk satuan tugas khusus bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman serta stakeholder lainnya.
Kebijakan Strategis OJK dalam Mendukung Pembiayaan Sektor Perumahan
Beberapa kebijakan strategis OJK dalam mendukung pembiayaan sektor perumahan adalah sebagai berikut:
- Kualitas KPR Dapat Dinilai Berdasarkan Ketepatan Pembayaran
Sesuai dengan POJK No. 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, penetapan kualitas Aset Produktif untuk debitur dengan plafon hingga Rp 5 miliar dapat didasarkan hanya pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga (1 pilar). Hal ini juga berlaku untuk KPR, di mana penilaian kualitas aset ini lebih longgar dibandingkan dengan kredit lainnya yang menilai dengan 3 pilar (prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar). - Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Dapat Dikenakan Bobot Risiko Rendah
Berdasarkan SEOJK No. 24/SEOJK.03/2021 tentang Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar bagi Bank Umum, kredit untuk properti rumah tinggal dapat dikenakan bobot risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit lainnya, seperti kredit kepada korporasi. Dalam ketentuan ini, bobot risiko ditetapkan secara granular dengan bobot terendah sebesar 20 persen, berdasarkan Loan To Value (LTV). Pembayaran cicilan kredit dan semakin mendekati jatuh tempo akan menyebabkan penurunan LTV yang diikuti dengan penurunan bobot ATMR kredit, sehingga memberikan ruang permodalan lebih besar untuk penyaluran KPR berikutnya. - Penghapusan Larangan Pemberian Kredit untuk Pengadaan/Pengolahan Tanah
OJK telah mencabut larangan pemberian kredit untuk pengadaan/pengolahan tanah sejak 1 Januari 2023, memberikan keleluasaan bagi pengembang perumahan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan. Sebelumnya, larangan ini diatur pada POJK No. 44/POJK.03/2017 jo. POJK No. 16/POJK.03/2018. Dengan dicabutnya larangan ini, bank diharapkan lebih menekankan pada penerapan manajemen risiko yang baik.
Selanjutnya, OJK bersama stakeholder terkait akan membahas dukungan likuiditas untuk pembiayaan program 3 juta rumah, mengingat kebutuhan dana yang besar. Salah satu langkahnya adalah penyempurnaan skema Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA SP) di Pasar Modal.
Dengan berbagai kebijakan dukungan tersebut, diharapkan program Pemerintah untuk menyediakan 3 juta hunian dapat terlaksana dengan baik. (Agus)