JAMBI28TV, JAKARTA – Perubahan penulisan nama “Kabupaten Batang Hari” menjadi “Kabupaten Batanghari” dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2024 tentang Kabupaten Batanghari di Provinsi Jambi (UU Kabupaten Batanghari) telah menjadi subjek pengujian konstitusionalitas di Mahkamah Konstitusi (MK). Perkara ini diajukan oleh Bupati Batang Hari, Fadhil Arief, dan Ketua DPRD Kabupaten Batang Hari, Rahmad Hasrofi, yang terdaftar sebagai Pemohon dalam Perkara Nomor 166/PUU-XXII/2024.
Sidang perdana berlangsung pada Rabu, 4 Desember 2024, di Ruang Sidang Pleno MK, dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Dalam persidangan, kuasa hukum Pemohon, Vernandus Hamonangan, menyampaikan bahwa perubahan frasa tersebut menimbulkan permasalahan administratif dan budaya, serta dinilai tidak sesuai dengan fakta sejarah Kabupaten Batang Hari.
Masalah Administratif dan Dampaknya
Menurut Vernandus, penulisan “Kabupaten Batanghari” yang disambung dalam undang-undang menyebabkan kerumitan dalam pengelolaan dokumen, verifikasi data, pencatatan resmi, dan dokumentasi. Institusi pemerintah daerah, seperti Kejaksaan Negeri, Polres, Badan Narkotika Nasional, dan Kantor Pertanahan, harus menyesuaikan dengan nama baru. Penyesuaian ini tidak hanya memakan waktu tetapi juga menambah beban biaya operasional.
“Kesalahan penulisan ini menciptakan hambatan administratif yang memengaruhi efisiensi pemerintahan dan pelayanan publik di Kabupaten Batang Hari,” ujar Vernandus.
Konteks Budaya dan Sejarah
Dari sisi budaya, Pemohon menilai perubahan ini mengganggu tradisi masyarakat, terutama dalam memperingati Hari Jadi Kabupaten Batang Hari setiap 1 Desember. Perubahan nama yang tidak sesuai dinilai menghilangkan identitas historis yang telah lama dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.
Pemohon juga menyoroti ketidaksesuaian dalam Pasal 2 UU Kabupaten Batanghari yang menyebut tanggal pembentukan kabupaten sebagai 29 Maret 1956. Mereka mengusulkan agar tanggal tersebut diubah menjadi 1 Desember 1948, berdasarkan Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi pada 30 November 1948.
“Peringatan Hari Jadi Kabupaten Batang Hari adalah simbol kebanggaan masyarakat, dan penulisan yang tidak sesuai ini melemahkan nilai sejarah yang mendasarinya,” tambah Vernandus.
Permohonan Pemohon
Para Pemohon meminta MK menyatakan bahwa frasa “Kabupaten Batanghari” dalam UU No. 37 Tahun 2024 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, mereka mengusulkan revisi terhadap Pasal 2 agar mencerminkan tanggal pembentukan yang sesuai dengan fakta sejarah.
Tanggapan dan Saran Hakim Konstitusi
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah memberikan saran agar Pemohon memperkuat kedudukan hukum mereka dengan melampirkan persetujuan dari Gubernur atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Guntur juga meminta penjelasan rinci terkait kerugian konstitusional yang diakibatkan oleh norma tersebut, baik yang bersifat potensial maupun faktual.
“Penjelasan terkait kerugian konstitusional sangat penting untuk menentukan apakah permohonan ini memenuhi syarat formal di Mahkamah Konstitusi,” tegas Guntur.
Sementara itu, Hakim Arief Hidayat mempertanyakan relevansi isu ini dengan konstitusionalitas. Ia meminta Pemohon untuk menjelaskan apakah perubahan nama tersebut benar-benar bertentangan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945.
Majelis hakim memberikan waktu 14 hari kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonan, dengan batas akhir pengajuan perbaikan pada 17 Desember 2024.